Konsep Dasar Keselamatan Kerja
1.1 Pengertian Dasar Safety
Safety berasal dari bahasa Inggris yang artinya keselamatan. Kata-kata safety sangat popular dan dipahami oleh hampir semua kalangan. Bahkan sebagian besar perusahaan lebih suka menggunakan kata safety daripada keselamatan. Misalnya hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur memiliki Departemen Safety atau Safety Departement. Safety dapat disimpulkan sebagai suatu kondisi di mana seseorang terbebas dari kecelakaan atau bahaya baik yang bisa mengakibatkan kerugian secara material dan spiritual. Penerapan safety biasanya terkait dengan pekerjaan sehingga safety lebih condong diartikan keselamatan kerja. Bahkan saat ini safety sudah tidak bisa dipisahkan dengan kesehatan (Health) dan lingkungan (Environment) atau yang lebih di kenal dengan Safety Health Environment (SHE), ada pula yang menyebutnya Occupational Health & Environment Safety (OH&ES). Maka secara lebih luas safety dapat diartikan sebagai kondisi dimana tidak terjadinya atau terbebasnya manusia dari kecelakaan, penyakit akibat kerja dan kerusakan lingkungan akibat polusi yang dibuat oleh suatu sistem industri.
Faktor-faktor yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi tidak aman dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan praktis yang lalu dikembangkan menjadi konsep dan teori mengenai kecelakaan. Biasanya teori mengenai kecelakaan memusatkan perhatian pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu perlengkapan, cara kerja dan manusia atau pekerja. Seorang ahli keselamatan kerja Heinrich (1931) mengembangkan suatu konsep atau teori terjadinya kecelakaan yang dikenal dengan teori domino. Berdasarkan teori ini suatu kecelakaan terjadi dapat disebabkan olehlimafaktor yang berdampak secara berurutan seperti limat batu domino yang dideret berdiri sejajar, yang jika batu yang didepan jatuh akan menyebabkan jatuhnya batu-batu yang ada dibelakangnya secara berantai. Kelima faktor itu yaitu kebiasaan, kesalahan seserorang, perbuatan, kondisi tidak aman dan kecelakaan. Menurut teori ini jika rantai penyebab tersebut di putus atau salah satu batu domino itu dihilangkan maka kecelakaan dapat dihindarkan.
Pada th. 1967 seorang ahli safety lain bernama Birds mengembangkan teori baru dengan memodifikasi teori Heinrich. Konsep dasar teori dari Birds sama teori domino yaitu kalau setiap kecelakaan disebabkan oleh lima faktor yang berurutan yaitu ; manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Teori ini menekankan kalau manajemen memegang peran penting dalam mengurangi atau menghindari terjadinya kecelakaan. Bahkan Birds mengatakan kalau kesalahan manajemen ialah penyebab utama terjadinya kecelakaan, sementara tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Birds dinyatakan kalau setiap satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan yang menyebabkan kerusakan harta benda dan 600 bebrapa kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan biaya tidak lansung yaitu 1 : 5-50 dan dapat digambarkan ibarat puncak gunung es dipermukaan laut. Yang sering terlihat dan diperhatikan dari suatu peristiwa yaitu kerugian akibat biaya pengobatan dan biaya konpensasi, sementara biaya lain yang jauh lebih besar seperti waktu investigasi, kehilangan waktu produksi, cacat produksi, menurunya tingkat kepercayaan pelanggan dsb jarang sekali menjadi perhatian manajemen perusahaan.
1. 2. Pentingnya Keselamatan Kerja.
Pada th. 2002, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea mengatakan keprihatinannya terhadap keselamatan kerja, dengan mengatakan kalau kecelakaan kerja mengakibatkan hilangnya 71 juta jam orang kerja (71 juta jam yang seharusnya dapat secara produktif digunakan untuk bekerja jika pekerja-pekerja yang bersangkutan tidak mengalami kecelakaan) dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah.
Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi, DR. Ir. Erman Suparno, MBA, MSi, dalam presentasinya pada acara sosialisasi revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan pada tanggal 1 April 2008 di kantor Depnakertrans Jakarta mengatakan kecelakaan kerja di Indonesia menempati pada urutan ke-52 dari 53 negara didunia, jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sejumlah 65, 474 kecelakaan. Dari kecelakaan itu menyebabkan meninggal 1, 451 orang, cacat tetap 5, 326 orang dan sembuh tanpa cacat 58, 697 orang. Dalam kesempatan itu Menakertrans juga menyampaikan kalau tingkat pelanggaran Ketentuan Perundangan Ketenagakerjaan pada th. 2007 sebanyak 21, 386 pelanggaran.
Fakta tingginya kecelakaan kerja di Indonesia jangan di lihat sebagai takdir yg tidak biasa diubah, karena kecekaan tidak terjadi begitu saja seperti sebagian konsep terjadinya kecelakaan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Setiap kecelakaan tentu ada pemicunya. Kelalaian perusahaan yang hanya memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan pemerintah dalam meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan terhadap pekerja merupakan dua hal sebagai penyebab utama besarnya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia. Padahal sebenarnya pemerintah dan menajemen perusahaan berkewajiban melindungi dan menyediakan tempat kerja yang aman untuk pekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja. Ada tiga alasan utama kenapa keselamatan kerja itu sangat penting yaitu :
- Keselamatan kerja merupakan hak yang paling dasar untuk pekerja. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan selama berkerja.
- Karena keselamatan kerja itu merupakan Hak Asasi Pekerja maka perlu dilindungi oleh Undang-Undang atau sebagian ketentuan hokum baik ditingkat nasional ataupun internasional.
- Tujuan perusahaan yaitu mendapatkan keuntungan, untuk mendukung tujuan itu faktor keselamatan kerja menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerugian akibat kecelakaan kerja.
1. 3. Implemetasi Safety Model PDCA
Implementasi keselamatan kerja dengan menggunakan model PDCA atau Plan-Do-Check-Action merupakan implementasi secara sistematis dengan prinsip dasar perbaikan terus menerus (continuous improvement). Model ini sebenarnya banyak digunakan di beberapa aplikasi dan bukan hanya pada program safety saja. Model PDCA dapat digunakan bilamana memulai project baru, melakukan perubahan apakah pada sistem atau sistem, ketika melakukan pengembangan atau perbaikan sistem dan bilamana melakukan perubahan apa pun.
- Perencanaan (Plan) ; melakukan rencana atau membuat program sesuai dengan tujuan dan permasalahan yang ada atau berdasarkan OH&S Policy. Contoh : apa major accident yang mungkin terjadi, apa penyebab atau sumber bahaya yang bisa mengakibatkan major accident itu dapat terjadi.
- Pelaksanaan (Do) ; melaksanakan program-program atau rencana yang sudah di tentukan pada tahap perencanaan. Tahap ini merupakan bagian paling penting karena akan melibatkan semua departemen atau divisi berkaitan. Tahapan proses ini biasanya mengacu pada sistem manajemen atau prosedur yang ada. Contoh : pelakasanaan tolok ukur untuk mengontrol bahaya (proses work permit), proses manjemen K3.
- Pengecekan (Check) ; memastikan kalau semua program yang sudah ditetapkan berjalan sesuai dengan rencana dan waktu yang sudah disetujui. Pengecekan dapat dilakukan dalam bentuk audit atau manejemen review. Contoh : Memastikan kalau work permit digunakan secara benar.
- Tindakan (Action) ; melakukan perbaikan terhadap temuan atau kekurangan pelaksanaan program yang sudah ditetapkan.
1. 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja memiliki tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau resiko yang bisa menyebabkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (sistem oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, lalu perlu mengetahui (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan sebagainya. Kemudian perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat mengakibatkan resiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan memastikan beragam cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya. Langkah langkah sistimatis itu tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karenanya pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya yaitu bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya di dalam upaya mengendalikan resiko itu masing-masing bidang keilmuan akan memiliki pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang memiliki kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan bertujuan kesistiman tadi, pastinya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai bidang di dalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karenanya dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan berikut diperlukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dan perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan beragam pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi lewat cara yang sehat dan aman, efektif dan menghasilkan produk yang sehat dan aman juga dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya organisasi memiliki sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, saat ini sudah merupakan suatu kewajiban dan sudah jadi ketentuan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang sama dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 dan di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih detil lagi asosiasi di setiap bidang industri didunia juga menerbitkan panduan yang serupa misalnya khusus di bagian transportasi udara, industri minyak dan gas, dan instalasi nuklir dan sebagainya sebagainya. Bahkan saat ini organisasi bukan hanya dituntut untuk memiliki sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) di mana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.
1. 5. Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3)
Dasar hukum penerapan SMK3 di tempat kerja yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih dan mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik sistem atau bahan produksi yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja seperti ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja yaitu Undang-undang No. 1 th. 1970 mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan sebagian ketentuan pelaksanaanya yaitu :
i. Ketentuan Menteri No. Per. 05/MEN/1996 mengenai System Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
ii. Ketentuan Perundangan lainnya yang terkait dengan Ketentuan Menteri tertulis diatas.
Salah satu manfaat dari manajemen disemua tingkatan yaitu kontrol. Ada tiga faktor yang mengakibatkan kurang sebaiknya kontrol dari manjemen, yaitu :
- Kebijakan K3 yg tidak tepat.
- Program K3 yg tidak penuhi standard atau persayaratan
- Implementasi program yg tidak sepenuhnya di lakukan atau di dukung oleh pekerja.
Pada dasarnya program K3 meliputi beberapa hal berikut ini :
- Kepemimpinan dan administrasinya
- Manajemen K3 yang terpadu
- Pengawasan dan control
- Analisis pekerjaan dan procedural
- Penelitian dan analisa pekerjaan
- Training untuk pekerja
- Pelayanan kesehatan untuk pekerja
- Penyediaan alat pelindung diri (APD) seperti sepatu safety
- Peningkatan kesadaran pekerja pada K3
- Sistem audit
- Laporan dan pendataan.
Dalam era industri yang penuh dengan persaingan, penerapan manajemen K3 menjadi sangat penting untuk dijalankan secara sistematis dan terarah. Pengalaman di Negara-negara lain menunjukan kalau trend suatu pertumbuhan dari sistem K3 yaitu melalui fase-fase tertentu, yaitu fase kesejahteraan, fase produktivitas kerja, dan fase toksikologi industri. Saat ini penerapan K3 di Indonesia biasanya masih berada pada fase paling bawah yaitu fase kesejahteraan. Sebagian kecil perusahaan-perusahaan besar bertaraf internasional sudah mengarah pada fase peningkatan produktivitas kerja. Misalnya program K3 yang disesuaikan dengan sistem ergonomic (penyesuaian beban kerja/alat kerja dengan kemampuan dan fisik pekerja) yang disebut salah satu usaha untuk mencetak para pekerja yang produktif.
Dalam konteks penyebab terjadinya kecelakaan akibat kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya :
- Faktor fisik, yang mencakup penerangan, suhu udara, kelembaban, laju rambat udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan sebagainya.
- Faktor Kimia, yakni berbentuk gas, cairan, uap, debu, asap, dan sebagainya.
- Faktor Biologi, baik berbentuk mikrorganisme, hewan dan tumbu-tumbuhan.
- Faktor Fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
- Faktor mental-fisiologis, yakni susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dsb.
Semua sebagian faktor di atas dapat mengganggu aktivitas kerja seseorang. Misalnya penerangan yang kurang akan mengakibatkan kelelahan pada mata. Suara gaduh atau bising dapat berpengaruh pada daya ingat pekerja. Semua itu dapat menyebabkan terjadinya kecekaan kerja.